Orang Indonesia punya minat baca yang rendah. Bahkan lebih rendah dari negara-negara ASEAN lainnya. Saking tertinggalnya, Indonesia bakal perlu “190 tahun membaca” untuk bisa naik peringkat. Not my words. Itu kata Indonesia Investment Report rilisan World Bank Juni 2018.
Laporan itu mengingatkanku ke obrolan dengan beberapa rekan yang suka jalan. Lau pernah bilang temannya akan kirim mobil dari Jakarta ke Sumba. Supaya bermanfaat, dia undang siapa pun yang mau sumbang buku dan logistik lain untuk amal di Sumba dengan mobil itu. So generous. Jadi kusimpulkan, kita bisa jalan-jalan sambil berbagi. Atau lebih tepatnya, kita bisa bikin traveling jadi lebih bermakna dengan berbagi.
Buku itu sesuatu yang bagus untuk dibagikan. Dipikir-pikir, aku suka jalan dan suka kepo karena sedari kecil dibiasakan baca. Kita bisa kasih buku supaya anak-anak (atau siapa pun, terlepas usia) bisa bermimpi karena dreams do come true. Atau kalau kita nggak punya buku, tapi punya waktu atau barang-barang lainnya, termasuk duit, kita tetap bisa berbagi.
Sooooo, how can we travel and share what we have? Let me count the ways dan contoh tempatnya:
Perpustakaan swadaya: Cek perpustakaan komunitas di destinasi tujuan kita, misalnya Taman Bacaan Pelangi yang digagas Nila Tanzil. Jumlahnya lebih dari 39 di 15 pulau, antara lain di Sumbawa, Alor, P. Bacan. Nila bilang, feel free untuk salurkan koleksi buku.
Panti asuhan, yayasan serupa: Di destinasi yang kita bakal kunjungi, kita bisa google Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC) dan panti asuhan. Setelah itu, teleponlah untuk memastikan wish list mereka. Pada umumnya mereka menerima buku, donasi, atau barang lainnya. Di Bali, misalnya, ada YPAC di arah Jimbaran. Di Malang, my former hometown, ada YPAC di Blimbing dan Sekolah Luar Biasa di Lawang.
Yayasan Senyum terima berbagai barang, dari buku, baju, sampai perabot untuk dijual di Toko Senyum, semacam op shop, di Ubud, Bali. Hasil penjualan dipakai membiayai operasi balita berbibir sumbing. Selain itu ada Yayasan Solemen yang membantu mereka yang menyandang disabilitas. Wish list mereka antara lain susu, mainan, laptop, dan kursi roda.
Sekolah-sekolah di pelosok Papua: Aku terkesan dengan kiprah Daniel Alexander. Sejak 1990-an, dia bersama Yayasan Pelayanan Desa Terpadu, buka banyak sekolah di pelosok Papua. Aku pernah main ke Nabire dan cek sekolah-sekolahnya. Sempat pula main sepak bola dengan murid-murid di pantai. Seru! Kita bisa berdonasi dan juga kirim buku. Cek alamatnya di sini.
Update: Kudengar kita bisa gratis kirim buku tiap tanggal 17 via Pos Indonesia untuk kegiatan amal. Baca beritanya di sini dan di tautan ini. Aku belum sempat coba, padahal ada beberapa buku terkumpul nih. Ada yang sudah pernah coba kirim? Pls share pengalamannya ya.
Konservasi: Dukung mereka yang melakukan konservasi alam, seperti Bali Sea Turtle Society di pantai tersibuk di Indonesia: Pantai Kuta. BSTS melestarikan penyu melalui perlindungan sarang dan kampanye. Wish list antara lain keperluan operasional dan kampanye.
Kita mungkin sering banget baca travel tips menyarankan kita travel light: jangan kelebihan bagasi atau, bahkan kalau bisa, jangan bawa bagasi. Taaaapi, aku kenal seseorang yang tiap pergi ke mana pun di negeri tercantik yang penduduknya berminat baca rendah ini, dia selalu memaksimalkan kuota bagasi. “Bolehlah kita bantu pemerintah. Ini yang aku bisa lakukan: bawa dan bagi-bagi buku,” kata dia yang namanya tidak mau disebutkan. To be sure, posting ini kubuat gara-gara dia. Diberkatilah dia dan anak cucunya!
Dengan memaksimalkan kuota bagasi pesawat untuk mengabulkan wish list, semoga liburan kita jadi lebih bermakna. Kalau kamu punya informasi atau pengalaman serupa, jangan lupa berbagi di Comments!